aku hidup oleh nafas-nafas yang Ia berikan,dan tinta biru adalah coretan yang selalu mengisi hidupku, disetiap tingkah, tutur dan pikirku. terima kasih Tinta Biru...
Jumat, 30 Oktober 2009
SIMFONI ALAM DARI UJUNG TENGAH PULAU UNTUK LENTERA GEREJA
Tik…tik… tik…
Sebuah nada diawal kehidupan
Sebuah cahaya diawal keramaian
Sebuah terang dari malam yang sunyi
Menyimpan kekuatan yang maha besar
Pembakar semangat,
Tungku yang tak pernah padam
Sayup-sayup terdengar
Dedaunan berbisik lirih
Menyapa sekitar nan hijau permai
Tempat berteduh dikala tetes-tetes air terjatuh
Tempat ternyaman dikala panas menyengat
Penghasil napas disetiap nafas kehidupan
Mengalir… tenang..
Membasahi tiap raga yang disapa
Sejuk, tapi tak sedingin es yang membeku
Hangat , tapi tak sepanas bara yang menyala
Pelepas bagi jiwa-jiwa dahaga
Dan bagai tetes-tetes embun bagi mereka yang luka
Terjajar rapi diantara petak-petak tanah
Tumbuh dari benih menjadi biji
Menguning,melambai diterpa angin sepoi
Tetap menunduk meski berisi
Di lading persemaian sejati
Menelaah waktu demi waktu
Melalui proses yang tak ternilai materi
Tiap langkah jemari untuk pengalaman sejati
Kini tiba saatnya
Dengan kasih cinta yang nyata
Siap dituai….
Memasuki proses baru dalam lembaran biru
Lentera bagi manusia dunia
Menjadi putih yang tak sekedar putih
Senyum, awal keterbukaan hidup baru
Dinanti, diri-diri yang siap berdiri
Sebarkan cinta putih yang suci
Walau terasa berat dihati
Terikhlas kasih yang takkan mati
Untuk petak-petak tanah ladang diri
Dari ujung tengah pulau..
Berlayar arungi samudra biru
Membelah deburan ombak
Menghindar dari karang-karang keras
Dengan bekal keteguhan iman
Menuju tempat baru
Suara peluit terdengar
Bagai ketukkan palu pengadilan
Kebersamaan yang terangkai
Bagai satu simfoni alam yang bernyanyi
Mendendangkan suka, duka dan segala rasa
Ucap kasih untuk segala nada simfoni
Dalam setiap jengkal kehidupan
Kau begitu berarti
Bagai matahari, pohon,air,padi,dan buritan kapal
Yang telah menyatu dalam setiap raga
Mengalir takkkan henti
Takkan terlupa walau ditelan zaman
Satu senyum untuk seribu kegundahan
Tak habis kata terangkai untukmu
Tak berkesudahan sykur terlantun
Takkan terhenti nada kasih
Tetes air mata luapan kegembiraan tak terkira
Atas pertemuan yang takkan berakhir sebatas pandang
Kasih cintamu yang nyata
Takkan terhapus oleh jejak-jejak langkah
Yang telah terukhir abadi
Dilubuk hari sanubari terdalam
Pada diri tiap insan
Terima kasih atas pengalaman yang berarti
Untuk berbagi, peduli dan bergembira
Dalam waktu yang singkat
Dengan melihat, menimbang dan bertindak
Untuk setiap kasih yang tercurah bagi sebuah kebersamaan
“Simfoni alam dari ujung tengah pulau untuk lentera gereja”
Selasa, 27 Oktober 2009
SAHABAT HATI
Saat dunia tak bercelah
Ketika udara kotor menempel diraga
Izinkanlah siulan burung pagi memberi harapan
Di pintu kalbu, ku selalu menunggu kedatanganMu
Walau rintik hujan membasahi pipiku
Aku selalu teringat akan sapaanMu
Berdiri ku menanti Mu
Berujar akan pegharapanku pada Mu
Jauh… aku ingin bercerita tentangku
Menggapai mimpi”ku…
Bimbingku selalu,
Menyadari semua anugrahMu..
Dan untai syukur selalu keluar dari mulut mungilku..
Ketika udara kotor menempel diraga
Izinkanlah siulan burung pagi memberi harapan
Di pintu kalbu, ku selalu menunggu kedatanganMu
Walau rintik hujan membasahi pipiku
Aku selalu teringat akan sapaanMu
Berdiri ku menanti Mu
Berujar akan pegharapanku pada Mu
Jauh… aku ingin bercerita tentangku
Menggapai mimpi”ku…
Bimbingku selalu,
Menyadari semua anugrahMu..
Dan untai syukur selalu keluar dari mulut mungilku..
BAHASA ALAM DI RELUNG HARI
Teguran alam…
Seakan menyapa dengan halus
Berbisik lirih tanpa desir
Mengungkap masalah
Menyibak kalbu kelam
Seerti simfoni alam
Yang dinyanyikan kicauan burung
Semerbak wewangian bunga
Seanyir darah yang mengalir
Nyawa yang telah meninggalkan raganya,
Sebenig mata memandang
Menerobos keheningan, di malam bulan purnama
Dinginnya udara malam yang tak lagi terhangatkan
Melati yang dahulu putih
Kini menjadi layu
Meninggalkan nama yang dikenang
Dan…
Gelombang air laut yang menderu
Yang menghantarnya menuju alam baka
Seakan menyapa dengan halus
Berbisik lirih tanpa desir
Mengungkap masalah
Menyibak kalbu kelam
Seerti simfoni alam
Yang dinyanyikan kicauan burung
Semerbak wewangian bunga
Seanyir darah yang mengalir
Nyawa yang telah meninggalkan raganya,
Sebenig mata memandang
Menerobos keheningan, di malam bulan purnama
Dinginnya udara malam yang tak lagi terhangatkan
Melati yang dahulu putih
Kini menjadi layu
Meninggalkan nama yang dikenang
Dan…
Gelombang air laut yang menderu
Yang menghantarnya menuju alam baka
Langganan:
Postingan (Atom)